Minggu, 04 Juli 2010

imunologi

BAB IV

IMUNOLOGI

4.1. Sejarah imunologi

Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.

Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan ditemukannya mkroskop maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi.

Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis. Dalam rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi tuberkulin yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman tuberkulosis.Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901) menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan). Mulailah imunologi dilibatkan dalam reaksi lain dari kekebalan akibat pemberian toksin atau antitoksin.

Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba mengobati penyakit hay fever dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit demi sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.

Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Dan mulai saat itu ilmu alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.

Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan istilah imunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum globulin gama yang kemudian dinamakan imunoglobulin (Ig). Dengan cara imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964).

Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya telah mengatakan bahwa pertahanan tubuh tidak saja diperankan oleh faktor humoral,tetapi leukosit juga berperan dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi.Leukosit dikenal dengan fungsinya fagositosisnya.Beliaulah yang menemukan sel makrofag.Sel makrofag aktif berperan pada imunitas selular untuk eliminasi antigen.

4.2.Pengertian imunologi

Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. imunitas dapat bersifat alami atau nonspesifik ( natural / innate ) dan didapat atau spesifik ( adaptive / acquired ). imunitas dapat bersifat alami atau nonspesifik ( natural / innate ) dan didapat atau spesifik ( adaptive / acquired ) Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV.

Respon imun adalah munculnya resistensi ( imunitas ) terhadap zat asing ( misalnya penyebab infeksi ). Ini di dapat berperanatara antibodi ( humoral ), berperanatara sel ( seluler ) atau keduanya. Respon Imun dapat di­tingkatkan dengan konsumsi zat gizi, seperti vitamin dan mineral secara berimbang. Tidak kurang dan tidak lebih. Vitamin dan mi­neral dapat meningkatkan respon imun yang mampu meningkatkan daya tahan tu­buh terhadap penyakit. Iris menambah­kan, vitamin yang sudah diteliti mampu me­ningkatkan respon imun yaitu vitamin A, B6, B12, C, D, E, dan asam folat. Se­dang­k­an mineral untuk meningkatkan da­ya tahan tubuh adalah seng, selenium, te­ma­ga, dan besi.

4.3.Sistem imun

Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.Sistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami atau system imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.

Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik.Sistem imun non-spesifik telah berfungsi sejak lahir, merupa­kan tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi level fisik yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam lambung atau enzim.

Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang terdiri dari sel T helper, sel T sitotok­sik, sel T supresor, dan sel T delayed hyper­sensitivity. Salah satu cara untuk mempertahan­kan sistem imun berada dalam kondisi op­ti­mal adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang.Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi secara humo­ral, seluler, dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.

4.3.1. Imunitas Alami atau Non spesifik

Sistem imun alami atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun dan imunitas ini tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen.Respon ini pertama kali membentuk pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar, termasuk dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki durasi yang singkat.

Sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik seperti kulit, selaput lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti sistem komplemen, sitokin tertentu, dan immunoglobulin alamiah; serta komponen seluler, seperti sel natural killer (NK), polymorphonuclear neutrophils (PMNs), sel makrofag, dan sel dendritik.

1. Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting. Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau di permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh.

2. Antibodi alamiah (immunoglobulin) didefinisikan sebagai antibodi pada individu normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen eksogen. Antibodi alamiah ditemukan dalam kadar rendah dalam serum dan termasuk antibodi dengan afinitas rendah. Antibodi alamiah yang ditemukan dalam kadar tinggi dalam serum adalah kelompok IgM. Antibodi ini dihasilkan B limfosit primitif, yang sering disebut B-1 limfosit. Antibodi alamiah berperan penting sebagai pertahanan lini pertama terhadap patogen dan beberapa tipe sel, termasuk prakanker, kanker, sisa pecahan sel, dan beberapa antigen.

3. Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok“messenger intrasel” yang berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga berperan penting dalam atraksi leukosit dengan menginduksi produksi kemokin, yang kita kenal sebagai mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a).Keduanya merupakan polipeptida berbobotmolekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan hematopoiesis.

4. Natural Killer Cells (Sel Natural Killer) diketahui secara morfologi mirip dengan limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit granular besar. Sekitar 10–15% limfosit yang beredar pembuluh darah tepi adalah sel NK. Sel NK berperan penting pada respon dan pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan melisiskan sel terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan melepaskan sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target. Komponen utama granul sitolitik adalah perforin. Sel NK juga menghasilkan sitokin dan kemokin yang digunakan untuk membunuh sel target, termasuk IFN-?, TNF-a, IL-5, dan IL-13.

Sistem imun yang ada pada tubuh dapat kita lihat dari sel darah kita.untuk mengetahui berbagai bentuk sel darah akan di tunjukan pada gambar 1.


Gambar 1. Darah yang mengandung darah merah dan darah putih beserta bagian – bagiannya.

4.3.2. Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)

Imunitas ini terjadi setelah pamaparan terhadap suatu penyakit infeksi, bersifat khusus dan diperantarai oleh oleh antibody atau sel limfoid. Imunitas ini bisa bersifat pasif dan aktif.

1. Imunitas pasif, diperoleh dari antibody yang telah terbentuk sebelumnya dalam inang lain.

2. Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif denga antigen asing yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi, pemaparan terhadap produk mikroba atau transplantasi se lasing.

Sistem Imun Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampaun untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masing-masing dengan pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara antigen asing dan antigen sendiri; dan kemampuan untuk merespon antigen yang ditemukan sebelumnya dengan memulai respon memori yang kuat. Terdapat dua kelas respon imun spesifik :

1) Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital. Adanya rangsangan antigen sel B akan berkembang menjadi sel plasma dan membentuk antibodi.. Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang dibetuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen sejenis yang baru lainnya. Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara elektroliferesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta. Dua fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh karena mudah dikristalkan (c = crystalible). Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/mL, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperanan pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen selular melalui interaksi dengan system komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K), eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Sel K merupakan efektor antibody dependent cellular cytotoxicity cell (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma. Peranan efektor ADCC ini penting pada penghancuran kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada infestasi parasit. Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit autoimun.

2) Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut.

Untuk mengetahui cara kerja sel T penindas atau sel T pembunhuh dapat kita lihat pada gambar 2.

Gambar 2. Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka

Untuk mengetahui perbedaan sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik dapat di lihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan sifat sistem imun non spesifik dan spesifik


Non spesifik

Spesifik

Resistensi

Tidak berubah oleh infeksi

Membaik oleh infeksi berulang

Spesifitas

Umumnya efektif terhadap semua mikroorganisme.

Spesifik untuk mikroorganisme yang sudah mensintesis sebelumnya

Sel yang penting

Fagosit

Sel NK

Sel K

Limfosit

Molekul yang penting

Lizosim

Komplemen

Protein fase akut

Interferon ( sitokin )

Antibody sitokin

Sel yang berada di dalamnya

didominasi sel polimorfonuklear

didominasi selT dan sel B

Sifat

bersifat general/ umum

bersifat memori / diperlukan pajan pertama dan efektik untuk pajanan berikutnya dengan antigen yang sama

Cara kerja

cara kerja cepat

cara kerja kualitas meningkat karna memiliki sifat memory

4.4 Antigen dan Antibodi

4.4.1. Antigen

Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun. Antigen biasanya berbentuk protein atau polisakarida. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau polutan.Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, seperti pada asma. Virus influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik penyakit saluran pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam berbagai jenis antigenic yang dikenal sebagai A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan berbagai macam-macam mutasi virus. Populasi yang rentan akan diinfeksi oleh serotype tertentu. Setelah sembuh dan imunitas terbentuk, virus ini tidak lagi memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup mendapat individu rentan untuk mendapatkan infeksi lanjutan.Namun sesuai dengan tekanan selektif, virus ini diketahui melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi, kemudian akan muncul varian baru virus influenza. Varian baru ini, bila cukup virulen bertanggungjawab pada epidemik baru. Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu epidemik, tetapi organisme menciptakan epidemi baru.

Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut:antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi.

1. ciri – ciri antigen yang menentukan imunogenitas dalam respon imun :

a) Keasingan

b) Ukuran molekul

c) Kekompleksian kimia dan struktural

d) Penentu antigen ( epilop )

e) Konstitusi genetik inang

f) Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen.

2. Sifat-sifat umum imunogen

a) Keasingan

Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes. Secara alami respon imun akan terjadi pada komponen yang biasanya tidak ada dalam tubuh atau biasanya tidak terpapar pada sistem limforetikuler hospes.

b) Sifat-sifat Fisik

Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten jaringan. Hapten dapat merangsang terjadinya respon imun yang kuat jika bergabung proten pembawa dengan ukuran sesuai.Perlu diperhatikan bahwa hapten-proten diarahkan pada (1)hapten,(2)pembawa, dan (3)daerah spesifikasi tumpang tindih. yang melibatkan hapten dan unsur yang berdekatan lainnya. Pada imunitas humoral, spesifisitas diarahkan pada hapten.sedangkan pada imunitas selular, reaktifitas diarahkan baik pada hapten maupun pada proten pembawa.

c) Kompleksitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik maupun kimia molekul. Keadaan aggegasi molekul misalnya dapat mempengaruhi imunogenitas. Larutan proten-protein monometrik dapat benar-benar merangsang terjadinya keadaan refraktair atau tolerans bila berada dalam bentuk monometrik, tetapim sangat imunogen bila dalam berada polimetrik atau keadaan agregasi.

d) Bentuk-bentuk (Conformation)

Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun.Meskipun demikian antibodi yang dibentuk dari aneka macam kombinasi struktur adalah sangat spesifik dan dapat dengan cepat mengenal perbedaan-perbedaan ini. Bila bentuk antigen berubah, antibodi dirangsang dalam bentuk aslinya yang tidak bergabung lagi

e) Muatan (charge)

Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu;tidak terbatas pada molekuler tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan . Telah terbukti bahwa imunitas dengan beberapa imunogen bermuatan positif akan menghasilkan imunogen bermuatan negatif.

f) Kemampuan masuk

Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun. Perkembangan baru-baru ini telah memungkinkan penelitian untuk mempersiapkan polipeptid imunogenik sintetik yang berisi sejumlah asam amino terbatas dan yang susunan kimianya dapat ditentukan.

3. Pembagian antigen

a. Berdasarkan epitop

1) Unditerminan ( univalent )

2) Unideterminan ( multivalent )

3) Multideterminan ( univalent )

4) Multideterminan ( multivalent )

b. Berdasarkan spesifitas

1. Heteroantigen

2. Xenoantigen

3. Alloantigen

4. Antigen organ spesifik

5. Autoantigen

c. Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T

1. T dependen

2. T independen

4.4.2. Antibodi

Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua [[rantai ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat beberapa tipe yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang berbeda yang ditemui (Wikipedia). Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.(Dorlan).

Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut sebagai immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik dan spesifik untuk epitop (determinan antigenik) yang menyebabkan produksi antibody tersebut. Masing-masing molekul antibody terriri atas empat rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan dan dua rantai ringan (light chain) yang identik, yang dihubungkan oleh jembatan disulfida untuk membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul berbentuk Y itu terdapat daerah variabel (V) rantai berat dan ringan. Disebut demikian karena urutan asam amino pada bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang lain.Daerah V rantai berat dan daerah V rantai ringan secara bersama-sama membentuk suatu kontur unik tempat pengikatan antigen milik antibodi.Interaksi antara tempat pengikatan antigen dengan epitopnya mirip dengan interaksi enzim dan substratnya: ikatan nonkovalen berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing molekul(Campbell).Untuk mengetahui gambar antibody dalam tubuh dapat kita lihat pada gambar 3.


Gambar 3. Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.

Jika kita pelajari serum dengan elektroforesis maka akan terlihat beberapa fraksi protein dalam serum yang mempunyai kecepatan berlainan. Berturut-turut akan dapat dibedakan puncak dari albumin, alpha 1, alpha 2, beta dan gama globulin. Jika binatang pecobaan disuntik dengan antigen, misalnya polisakarida dari kuman pneumokokus, maka pada elektroforesis serum akan tampak meningkatnya puncak globulin terutama dari fraksi gama globulin. Dulu dikira bahwa antibodi adalah sama dengan gama-globulin, tetapi kemudian ternyata ada globulin dari fraksi lain yang dapat berfungsi sebagai antibodi juga disebut immunoglobulin tanpa menyebut fraksinya.

Imunoglobulin dalam serum terutama terdiri dari fraksi protein yang mempunyai berat molekul sekitar 150.000 (angka sedimentasi 7S) dan komponennya adalah IgG, dan fraksi lain dengan berat molekul 900.000 (19S) yang ternyata IgM.

Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai polipeptida, terdiri dari 2 rantai “berat” (heavy chain=H) dan 2 rantai “ringan”(light chain =L) yang tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfide(Interchain disulfide bods).

4.4.3. Interaksi Antigen dan Antibodi – antibodi adalah sebagai berikut :

1) Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan reaksi silang (cross – reaction)

2) Pengabunggan antara antigen – antibodi adalah erat sekali, tetapi seringkali reversible.

3) Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz phenomenon )

4) Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang bergabung adalah gugus – gugus spesifik dari kedua regens.

5) Dari suatu antigen dengan antiserumnya dapat diperihatkan tipe – tipe reaksi serologic yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul – molekul antibodi yang sama sering merefleksikan yang berbeda.

A. Ciri – ciri utama yang dapat diperhatikan pada reaksi antigen

Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti bagan berikut:

1. Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan,

2. minuman,udara,injeksi,atau kontak langsung.

3. Antigen berikatan dengan antibody.

4. Histamine keluar dari sel mast dan basofil

5. Timbul manifestasi alergi

B. Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan tersier.

a. Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan embrane pada situs identik yang kecil, bernama epitop.

b. Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

1. Netralisasi

Adalah jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

2. Aglutinasi

Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.

3. Presipitasi

Adalah jika complex antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.

4. Fagositosis

Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.

5. Sitotoksis

Adalah saat pengikatan antibody ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis embrane plasmanya.

c. Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologic dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

C. Contoh-contoh antigen antara lain:

1. Bakteri

2. Virus

3. Sel darah yang asing

4. Sel-sel dari transplantasi organ

5. Toksin

4.4.4komplemen

Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting. Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau di permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan menghasilkan sejumlah fragmen komplemen reaktif secara biologis. Fragmen komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain dari sistem imun dengan cara terikat secara langsung pada T limfosit dan sumsum tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada sistem imun adaptif dan juga menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin (O’Gorman and Albert, 2008). Komponen komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan bekerja sebagai opsionin (Sherwood, 2001).

Umumnya komplemen mempunyai efek utama , yakni :

a. Lisis sel ( misalnya bakteri dan sel tumor )

b. Menghasilkan perantara yang ikut serta dalam peradangan dan menarik fagositosis.

c. Opsinosasi organisme dan kompleks imun untuk pembersihan fagositosis.

d. Peningkatan respon imun berperantara antibody.

Protein komplemen terutama disintesis oleh hati dan sel fagositik. Karena tidak tahan panas , komplemen dinonaktifkan pada suhu 56 0 c selama 30 menit. Immunoglobulin tidak dinonaktifkan pada suhu ini. Efek – efek biologik utama komplemen yakni opsonisasi, anafilaktosin, sitolisis.

Akibat klinik dari defisiensi komplemen secara umum mengakibatkan peningkatan kepekaan terhadap penyakit infeksi , misalnya defisiensi C2 sering menimbulkan infeksi bakteri piogenik yang serius. Defisiensi komponen kompleks penyerang selaput sangat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi Neisseria . defisiensi pada komponen jalur alternative juga telah diketahui , misalnya defisiensi properdin membuat orang lebih peka terhadap penyakit meningokokus.

4.4.5. Sitokin dan Kemokin

1. Pengertian sitokin dan kemokin

Sitokin dan kemokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok“messenger intrasel” yang berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan peran mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Telah dikenal lebih 30 sitokin. Sebagian besar sel sistem imun dan beberapa sel lainnya melepaskan sitokin. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri, keduanya merupakan polipeptida berbobotmolekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan hematopoiesis

2. peranan sitokin

sitokin bekerja seperti hormin , yaitu tidak melalui reseptor pada permukaan sel sasaran sebagai berikut :

I. Langsung :

a. Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel ( pleitropi )

b. Autoregulasi ( fungsi autokrin )

c. Terhadap sel yang letaknya tidak jauh ( fungsi parakrin )

II. tidak langsung :

a. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokoin lain dalam merangsang sel ( sinergisme ).

b. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin ( antagonisme

3. Aktivasi sel

a. Aktivasi sel T

Antigen yang semula ditangkap dan diproses APC, dipersentasikan ke reseptor pada sel Tc dan Th masing – masing dalam hubungan dengan MHC kelas I dan II. APC tersebut memproduksi dan melepas sitokin seperti IL – 1 yang merangsang sel T untuk berpoliferasi dan berdeferensiasi. Sel T tersebut memproduksi sitokin. Untuk mengetahui hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah) dapat kita lihat pada gambar 4.


Gambar 4. Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah)

b. Aktivasi sel B

Sel Th dirangsang melepas sitokin yang mengaktifkan sel B dalam 3 tingkat, yakni aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi Ig.

c. Aktivasi makrofag dan monosit

Endotoksin bakteri dan INF – yang dilepas sel T dapat merangsang makrofag sehingga mampu memproduksi bahan aktif lainnya seperti INF – ά, IL – 1. GM – CSF dan M – CSF. Pertanda permukaan makrofag, monosit yang termasuk MHC kelas II selalu berubah – ubah, demikian pula dalam kemampuan fagositosisnya dan membunuh sel tumor. Hal tersebut tergantung dari faktor – faktor yang mengaktifkannya.

d. Sitokin dan inflamasi

Endotoksin dan trauma fisik dapat pua menimbulkan pelepasan sitokin yang berperan pada inflamasi akut, yang lokal maupun yang sistematik.

e. Sitokin dan pengobatan

Sitokin dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang defesiensi atau untuk menggerahkan sel – sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau sekunder, merangsang sistem sel imun dalam respons terhadap tumor infeksi bakteri atau virus yang berlebihan. Antisitokin telah digunakan untuk mengontrol penyakit autoimun dan pada keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif / patologik.

4.4.6. Imunologi

Imunolgi terbagi menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.

a. Imunologi infeksi

Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau selaput lendir, maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen sistem imun untuk menghancurkannya, yaitu antibodi fagosit, komplemen dan sel – sel sistem imun. Bila suatu antigen pertama masuk kedalam tubuh, dalam beberapa hari pertama antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons. Tetapi komplemen dan pagosit serta komponen imun nonspesifik lainnya dapat bekerja langsung untuk menghancurkannya.

b. Imunulogi kanker

Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma. Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut onkogen.

Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen

Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofaga dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.

Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis.dapat kita lihat pada gambar 5


Gambar 5. Makrofaga telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor.

Tujuan mempelajari imunologi kanker ialah :

1. Mengetahui hubungan antara respons imunologi pejamu dan tumor.

2. Menggunakan pengetahuan tentang respons imun terhadap tumor dalam diagnosis, profilaksis dan pengobatan.

4.4.7. Penyakit Imunitas

Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan sistim pertahanan tubuh yang terintegrasi sejak awal konsepsi (pembuahan).merupakan sistim pertahanan tubuh yang sudah merupakan software bawaan. Tetapi sistim imun tersebut dapat juga berubah menjadi suatu penyakit yang dalam beberapa jenis tidak bisadisembuhkan.Contoh : Saat udara dingin, sering kita mengalami hidung tersumbat, bersin2 pada saluran nafas kita (hidung), ini merupakan mekanisme untuk menghangatkan dan melembabkan udara luar yang kita hirup kedalam paru-paru, tetapi pada orang – orang tertentu, justru udara dingin tersebut akan memicu timbulnya reaksi yang berlebihan, yaitu timbulnya serangan sesak nafas (astma), bisa juga timbulnya gatal - gatal di sekujur tubuh (biduren/urtikaria).berikut ini merupakan penyakit akibat merendahnya sistem imun.

A.Hipersensivitas

Hipersensivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respons imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakaan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III dan IV. Reaksi itu dapat terjadi sendiri – sendiri, tetapi klinik sering dua atau lebih jenis tersebut terjadi bersamaan.

B. Autoimunitas

Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi.

Penyakit autoimun dapat dibagi atas beberapa golongan, yaitu :

a. Berdasarkan organ ; terdiri atas penyakit autoimun organ spesifik dan non organ spesifik.

b. Berdasarkan mekanisme ; penykit autoimun melalui antibodi ( anemia hemolitik autoimun, miastenia gravis dan tirotoksikosis ), penyakit autoimun melalui kompleks imun ( LES, AR ), penyakit autoimun melalui sel T dan penyakit autoimun melalui komplemen.

C. HIV AIDS

AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome, merupakan sekumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Infeksi HIV disertai gejala infeksi yang oportunistik yang diakibatkan adanya penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.

1.Gejala Infeksi HIV/ AIDS

a. Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah selama 1-2 minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul dengan bercak kemerahan (biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.

b. Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi sampai 10 tahun.

c. Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan penderita masuk dalam fase AIDS.

d. AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya : selalu merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang, pernafasan pendek, diare berat yang berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.

2. Epidemiologi

Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.

3.Stadium Infeksi

a. Stadium 1 Infeksi primer:

Bila penderita mengalami infeksi untuk pertama kali dengan keluhan “seperti flu”. Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.

b. Stadium 2 Kelainan tanpa gejala:

Penderita tetap merasa sehat, hal ini dapat berlangsung sampai beberapa tahun. Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan (dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas normal.

c.Stadium 3 Kelainan dengan gejala-gejala:

Penderita mengalami gejala-gejala ringan seperti rasa lelah, keringat malam, dan lain - lain. Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya: pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.

d.Stadium 4 Kelainan berat:

Penderita mengalami gejala-gejala yang lebih berat oleh karena daya tahan tubuh yang menurun (AIDS, Aquired Immunodeficiency Syndroms).seperti :

1) Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

2) Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

3) Toksoplasmosis pada otak.

4) Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.

5) Kriptokokosis di luar paru.

6) Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.

7) Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.

8) PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.

9) Setiap infeksi jamur yang menyeluruh, misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

10) Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.

11) Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

12) Septikemia salmonela bukan tifoid.

13) TB di luar paru.Limfoma.

14) Kaposi’s sarkoma.

15) Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.

Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan terakhir.

4. Kelompok Resiko

Ditinjau dari cara penularannya, kelompok yang berpotensi terinfeksi HIV/ AIDS adalah pekerja seks komersial dengan pelanggannya, pramuria/ pramupijat, kaum homoseksual, penyalahguna narkoba suntik dan penerima darah atau produk darah yang berulang.

5. Dampak HIV/ AIDS

Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah : menurunnya kualitas dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi dikarenakan penularan virus HIV/ AIDS pada bayi, anak dan orang tua; serta adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/ AIDS masih kuat.

6.Cara Penularan

HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen), cairan vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak berpotensi menularkan HIV.

Cara penularan melalui hubungan seksual tanpa pengaman/ kondom, jarum suntik yang digunakan bersama-sama, tusukan jarum untuk tatto, transfusi darah dan hasil olahan darah, transplantasi organ, infeksi ibu hamil pada bayinya(sewaktu hamil, melahirkan maupun menyusui). HIV tidak ditularkan melalui tempat duduk WC, sentuhan langsung dengan penderita HIV (bersalaman, berpelukan), tidak juga melalui bersin, batuk, ludah ataupun ciuman bibir (French kissing), maupun melalui gigitan nyamuk atau kutu.

7.Penularan HIV/ AIDS :

a. Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).

b. Kontak darah/luka dan transfusi darah – Kontak darah/luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus HIV.

c. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik – Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV.

d. Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.

HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, berpelukan, tinggal serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.

8.Cara Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai perilaku beresiko, sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri maupun pasangannya. Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual (monogami), penggunaan kondom untuk mengurangi resiko penularan HIV secara oral dan vaginal. Pencegahan pada pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara menghindari penggunaan jarum suntik bersamaan dan jangan melakukan hubungan seksual pada saat high (lupa dengan hubungan seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu dengan mengkonsumsi obat anti HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko penularan pada bayi) dan pemberian susu formula pada bayi bila ibu terinfeksi HIV. Serta menghindari darah penderita HIV mengenai luka pada kulit, mulut ataupun mata.

9.Pemeriksaan HIV/ AIDS

Pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui infeksi HIV sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan yang lebih lanjut. Tes HIV untuk yang beresiko dilakukan setiap 6 bulan, selain itu pencegahan dapat mengurangi faktor resiko. Apabila sudah terdiagnosis infeksi HIV dilakukan dengan dua cara pemeriksaan antibodi yaitu ELISA dan Western blot. Tes Western blot dilakukan di negara-negara maju, sedangkan untuk negara berkembang dinjurkan oleh WHO pemeriksaan menggunakan tes ELISA yang dilakukan 2-3 kali.

Beberapa kelemahan dan keunggulan tes pemeriksaan infeksi HIV :

a. Tes Elisa – Keuntungan : murah; efisien; cocok untuk testing dalam jumlah besar; dapat mendeteksi HIV-1, HIV-2 dan varian HIV; cocok dalam surveilans dan pelayanan transfuse darah terpusat. Kelemahan : butuh staf dan tehnisi laboratorium yang terampil dan terlatih; peralatan canggih; sumber listrik konstan; waktu yang cukup.

b. Tes Sederhana/ Cepat – Keuntungan : hasil cepat; menggunakan sampel darah lengkap (whole blood); tidak butuh peralatan khusus; sederhana; dapat dikerjakan oleh staf dengan pelatihan terbatas; tidak perlu listrik; dapat dipindah-pindahkan dan fleksibel; hasil mudah dibaca; punya kontrol internal sehingga hasil akurat; rancangan tes tunggal untuk spesimen terbatas. Kelemahan : lebih mahal dari tes ELISA; butuh mesin pendingin (2o C dan 30 o C); meningkatkan potensi testing wajib; pemberitahuan hasil tes tidak terpikirkan implikasinya.

c. Tes Air Liur dan Air Kencing – Keuntungan : prosedur pengumpulan lebih sederhana; cocok untuk orang yang menolak memberikan darah; menurunkan resiko kerja; lebih aman (karena mengandung sedikit virus). Kelemahan : harus mengikuti prosedur testing yang spesifik dan hati-hati; berpotensi untuk testing mandatory; mendorong timbulnya mitos penularan HIV lewat ciuman; belum banyak dievaluasi di lapangan.

d. Tes Konfirmasi (Western blot) – Keuntungan : untuk memastikan suatu hasil positif dari tes pertama. Kelemahan : mahal; membutuhkan peralatan khusus; pemeriksa harus terlatih.

e. Antigen Virus - Keuntungan : mengetahui infeksi dini HIV; skrinning darah; mendiagnosis infeksi bayi baru lahir; memonitor pengobatan dengan ARV. Kelemahan : kurang sensitif untuk tes darah.

f. VCT (Voluntary Counseling And Testing) - Kelemahan : perlu pelayanan konseling yang efektif; konselor perlu disupervisi; konselor terkadang perlu konseling.

10.Pengobatan HIV/ AIDS

Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.

Jenis obat-obat antiretroviral :

a. Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.

b. Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.

c. Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus. Penelitian obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360).

d. Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).

e. Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.

f. Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.

11.Perawatan dan Dukungan

Perawatan dan dukungan untuk ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) sangat penting sekali. Hal tersebut dapat menimbulkan percaya diri/ tidak minder dalam pergaulan. ODHA sangat memerlukan teman untuk memberikan motivasi hidup dalam menjalani kehidupannya. HIV/ AIDS memang belum bisa diobati, tetapi orang yang mengidap HIV/ AIDS dapat hidup lebih lama menjadi apa yang mereka inginkan.

a.Perawatan di rumah (home care)

1. Melakukan pendidikan pada odha dan keluarga tentang pengertian, cara penularan, pencegahan, gejala-gejala, penanganan hiv/ aids, pemberian perawatan, pencarian bantuan dan motivasi hidup.

2. Mengajar keluarga ODHA tentang bertanya dan mendengarkan, memberikan informasi dan mendiskusikan, mengevaluasi pemahaman, mendengar dan menjawab pertanyaan, menunjukkan cara melakukan sesuatu dengan benar dan mandiri serta pemecahan masalah.

3. Mencegah penularan HIV di rumah dengan cara cuci tangan, menjaga kain sprei dan baju tetap bersih, jangan berbagi barang-barang tajam.

4. Menghindari infeksi lain seperti dengan cuci tangan, menggunakan air bersih dan matang untuk konsumsi, jangan meludah sembarang tempat, tutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin, buanglah sampah pada tempatnya.

5. Menghindari malaria dengan menggunakan kelambu saat tidur dan penggunaan obat nyamuk.

6. Merawat anak-anak dengan HIV/ AIDS, yaitu dengan memberikan makanan terbaik (ASI), memberikan imunisasi, pengobatan apabila si kecil sudah terinfeksi, serta memperlakukan anak secara normal.

7. Mengenal dan mengelola gejala yang timbul pada ODHA.

Gejala-gejalanya seperti demam, diare, masalah kulit, timbul bercak putih pada mulut dan tenggorokan, mual dan muntah,nyeri, kelelahan dan kecemasan serta kecemasan dan depresi.

b.Perawatan paliatif

Untuk memberikan perasaan nyaman dan menghindari keresahan, membantu belajar mandiri, menghibur saat sedih,membangun motivasi diri.

D. Lupus

Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa orang dalam satu keluarga.

Penyebab dan mekanisme terjadinya SLE masih belum diketahui dengan jelas. Namun diduga mekanisme terjadinya penyakit ini melibatkan banyak faktor seperti genetik, lingkungan, dan sistem kekebalan humoral. Faktor genetik yang abnormal menyebabkan seseorang menjadi rentan menderita SLE, sedangkan lingkungan berperan sebagai faktor pemicu bagi seseorang yang sebelumnya sudah memiliki gen abnormal. Sampai saat ini, jenis pemicunya masih belum jelas, namun diduga kontak sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat golongan sulfa, penghentian kehamilan, dan trauma psikis maupun fisik.

Gejala Klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Munculnya penyakit dapat spontan atau didahului faktor pemicu. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum, seperti demam, badan lemah, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.

Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash),kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity), luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri,radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi,kelainan paru, kelainan jantung, kelainan ginjal, kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik, kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah), kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis) dan antibodi antinuklear (ANA) positif. Untuk mengetahui gambar dari penderita lupus. Lihat pada gambar 6

Kelainan yang paling sering pada SLE adalah kelainan sendi dan kelainan kulit. Sendi yang sering terkena adalah sendi jari-jari tangan, sendi lutut, sendi pergelangan tangan dan sendi pergelangan kaki. Kelainan kulit berupa butterfly rash dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE.

Pengobatan Sampai sekarang, SLE memang belum dapat disembuhkan secara sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tetap dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan yang tepat bersifat sangat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ vital dapat diterapi secara konservatif maupun agresif sama-sama menggunakan terapi obat yang digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya menggunakan anti-inflamasi non-steroid (indometasin, asetaminofen, ibuprofen), salisilat, kortikosteroid (prednison, prednisolon) dosis rendah, dan antimalaria (klorokuin). Terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif (azatioprin, siklofoshamid).

Selain itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja di bawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila akan menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.

Gambar 6 penderita lupus pada daerah badan, dan muka.

4.5 Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti keba atau resisten. Imunisasi adalah pemberian kekebalaan tubuh terhadaap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa,sehingga rentang terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari immunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti Hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, dan TBC.

Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum. Telah bibit penyakit masuk pada tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi.Imunisasi dapat dibagi jadi 2 jenis, yakni imunisasi pasif dan imunisasi aktif.

a. imunisasi pasif

imunisasi ini terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel lainnya dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif atau dengan kata lain merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit.

b. imunisasi aktif

pada imunisasi aktif, respon imun dapat terjadi setelah seseorang terpasang dengan antigen. Imunisasi aktif kekebalanya didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasaa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.Transfer sel yang imunokompeten kepala pejamu yang sebelumnya imuninkompeten, disebut transfer adaptif Imunisasi dapat terjadi. secara alamiah dan buatan ( aktif dan pasif ) seperti pada gambar 7.

REFERENSI

· Beck, Gregory, Gail S. Habicht (November 1996). "Immunity and the Invertebrates" (PDF). Scientific American: 60–66 Diakses pada 1 Januari 2007.

· Mayer, Gene Immunology - Chapter One: Innate (non-specific) Immunity. Microbiology and Immunology On-Line Textbook. USC School of Medicine. Diakses pada 1 Januari 2007

· Smith A.D. (Ed) Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology. (1997) Oxford University Press. ISBN 0-19-854768-4

· Alberts, Bruce; Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walters (21 Maret 2010). Molecular Biology of the Cell; Fourth Edition. New York and London: Garland Science. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv.View..ShowTOC&rid=mboc4.TOC&depth=2.

· Boyton R, Openshaw P. "Pulmonary defences to acute respiratory infection.". Br Med Bull 61: 1–12.

· Agerberth B, Gudmundsson G. "Host antimicrobial defence peptides in human disease.". Curr Top Microbiol Immunol 306: 67–90.

· Moreau J, Girgis D, Hume E, Dajcs J, Austin M, O'Callaghan R (2001). "Phospholipase A(2) in rabbit tears: a host defense against Staphylococcus aureus.". Invest Ophthalmol Vis Sci 42 (10): 2347–54.

· Hankiewicz J, Swierczek E (1974). "Lysozyme in human body fluids.". Clin Chim Acta 57 (3): 205-9.

· Dorlands Medical Dictionary:lymphocyte. Diakses pada 27 Januari 2009

· Mochammad Hatta.Bagian Ilmu Mikrobiologi .Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2006.

· Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

· Imunologi dari jurnal ilmu pengetahuan Pusat BioMed.

· http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas.

· Dr.Entjang,indan.Mikrobiologi & parasitologi untuk akademik keperawatan.Bandung,PT Citra aditya bakti.2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar