Minggu, 04 Juli 2010

ASUHAN KEPERAWATAN Congestive heart failure

ASUHAN KEPERAWATAN

Congestive heart failure

I. PENGERTIAN

Gagal Jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolisme.

II. ETIOLOGI :

1. Gangguan Mekanis :

a. Peningkatan beban tekanan :

- Central (AS)

- Peripheral (HPT)

b. Peningkatan beban volume.

- Regurgitasi Katup

- Pirau

- Meningkatnya pre load

c. Hambatan pengisian ventrikel : MS atau TS

d. Konstriksi pericard, temponade

e. Retriksi endokardial atau miokardial

f. Aneurisma ventrikel

2. Kelainan Miokardial

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan oto jantung yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

3. Aterosklerosis koroner.

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat pebeumpukan asam laktat ),Infark Miokardium ( kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

4. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut ototjantung. Efek tersebut ( Hipertrofi Miokard ) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnaya akan terjadi gagal jantung.

5. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif.

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

6. Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung, misalnya (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya temponade pericardium, perikarditas konstriktif atau stenosis katub AV). Peningkatan mendadaka afterload terjadi akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi mikardial.

7. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis, demam, tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Distrimia jantung yang dapat terjadi dengan sendirirnya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi ke seluruh fungsi jantung.

Pencetus Gagal Jantung :

- Hipertensi

- Infark Miokard

- Aritmia

- Anemia

- Febris

- Emboli Paru

- Stres

- Infeksi

III. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun demikian dapat digambarkan sebagai berikut :

- Ortopnoe yaitu sesak saat berbaring

- DOE

- PND

- Palpitasi

- Fatigue

- Batuk – batuk.

IV. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung yang normal. Frekwensi jantung adalah fungsi system saraf otonom . Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekwensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Voluma sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload, kontraktilitas dan afterload.

· Preload adalah sinonim dengan dengan Hukum starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

· Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.

· Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang.Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasive telah mempermudah diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan tetapi farmakologis yang efektif.

V. Diagnosis Gagal Jantung :

Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau Tambahan :

Kriteria Utama :

- Ortopnoe

- PND

- Kardiomegali

- Gallop

- DVJ

- Refleks Hepatojugular

- Ronchie

Kriteria Tamabahan :

- Edema

- Batuk malam hari

- DOE

- Hepatomegali

- Efusi Pleura

- Tachikardia

Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama atau hanya 1 kriteria utama dan 2 kriteria tambahan.

VI. Penatalaksanaan.

Tujuan dasar penetalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.(utama)

2. Memperbaiki kontraktilitas jantung.

o Mengatasi keadaan yang reversible termaksud tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.

o Digitalisasi dengan pemberian obat misalnya digoksin, dan cedilanid.

3. Menurunkan beban kerja jantung.

Bedrest tototal

Puasa 8 jam pertama

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan vasodilator.

a. Diet rendah garam

b. Diuretik misalnya Furosemide 40-80 mg

c. Vasodilator misalnya Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual, Nitroptusid 0,5-1 ug/ kg BB, prazosin per oral 2-5mg, dan penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25mg.

Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.k

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Penurunan Curah Jantung b/d

- Perubahan kontraktilitas miokard / perubahan inotropik.

- Perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik

- Perubahan struktur (mis, kelainan katup, aneurisma ventrikuler)

2. Intoleran aktifitas b/d

- Ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan

- Kelemahan umum

- Tirah baring lama/mobilisasi

3. Kelebihan volume cairan b/d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium / air.

4. Resti kerusakan pertukaran gas b/d Perubahan membran kapiler alveolus, contoh pengumpulan / perpindahan cairan ke dalam area interstitialis / alveoli

5. Resti kerusakan integritas kulit b/d tirah baring lama

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, program pengobatan b/d kurang pemahaman / kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung / penyakit ginjal / gagal.

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;

1) Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik

2) Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik

3) Perubahan structural

Ditandai dengan ;

1) Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG

2) Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

3) Bunyi ekstra (S3 & S4)

4) Penurunan keluaran urine

5) Nadi perifer tidak teraba

6) Kulit dingin kusam

7) Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :

1) Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia

terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung

2) Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina

3)Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi

1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

2) Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

3) Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

4) Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.

5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.

6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan :

1) Ketidak seimbangan antar suplai okigen.

2) Kelemahan umum

3) Tirah baring lama/immobilisasi.

Ditandai dengan :

1) Kelemahan, kelelahan

2) Perubahan tanda vital, adanya disrirmia

3) Dispnea, pucat, berkeringat.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.

2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi

1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung

daripada kelebihan aktivitas.

4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

Ditandai dengan :

1) Ortopnea, bunyi jantung S3

2) Oliguria, edema.

3) Peningkatan berat badan, hipertensi

4) Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.

2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan

selama tirah baring.

2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4) Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat

mengganggu fungsi gaster/intestinal.

6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

7) Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang

memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.

2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.

Intervensi :

1) Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret

menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran

oksigen.

3) Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

4) Kolaborasi dalam

- Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema

paru.

- Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1) Mempertahankan integritas kulit

2) Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi

1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

2) Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia

jaringan.

3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang

mengganggu aliran darah.

4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.

Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat

kerusakan.

5) Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.

Ditandai dengan :

1) Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi

2) Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan :

1) Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.

2) Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

3) Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi

1) Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat

memudahkan ketaatan pada program pengobatan.

2) Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

3) Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.

4) Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan

sendiri/penatalaksanaan dirumah.

Dengue haemorhagic fever (DHF)

Dengue haemorhagic fever

(DHF)

1. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).

2. Etiologi

a. Virus dengue sejenis arbovirus.

b.Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

4. Tanda dan gejala

a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c.Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

f. Sakit kepala.

g. Pembengkakan sekitar mata.

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

a. Perdarahan luas.

b. Shock atau renjatan.

c. Effuse pleura

d. Penurunan kesadaran.

6. Klasifikasi :

a. Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c. Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d. Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

c Rontgen thorax : Efusi pleura.

d Uji test tourniket (+)

8. Penatalaksanaan

a. Tirah baring

b. Pemberian makanan lunak .

c. Pemberian cairan melalui infus.

d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,

e. Anti konvulsi jika terjadi kejang

f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :

a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).

b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.

c. Kaji riwayat keperawatan.

d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .

Penyusunan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

3. Intervensi

a. resiko/kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.

Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi/tdk terjadi

Kriteria hasil :

Volume cairan tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji KU dan kondisi pasien/kesadaran

2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,P, T )

3) Observasi tanda-tanda dehidrasi

4) pasang/pertahankan/Observasi tetesan infus

5) Balance cairan (input dan out put cairan)

6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

Tujuan Hipertermi dapat teratasi

Kriteria hasil :Suhu tubuh kembali normal

Intervensi

1)Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2)Berikan kompres dingin/hangat (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak/kp alkohol bath/kirbet panas dan dingin/blangket worm (penghangat)

3)Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat

dengan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.

5)Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 2 – 3 cc/kg/bb per jam

6)kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil: Intake nutrisi klien meningkat

Intervensi

1)Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi

2)Timbang berat badan klien tiap hari

3)Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering

4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual

5)pertahankan oral higiene

6)Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).

6)Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik. Dan pemasangan NGT

7)Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan: Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

Kriteria hasil: Klien mengerti tentang proses penyakit DHF

1)Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF

3)Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.

4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.

5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.

Tujuan : Perdarahan tidak terjadi

Kriteria hasil : Trombosit dalam batas normal

Intervensi

1) Kaji adanya perdarahan

2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)

3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.

4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien

5) Monitor hasil darah, Trombosit

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.

f.Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan: Shock hipovolemik dapat teratasi

Kriteria hasil: Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.

Intervensi

1) Observasi tingkat kesadaran klien

2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).

3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)

4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.

Evaluasi :

a. Suhu tubuh dalam batas normal.

b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.

c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.

d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.

e. Pengetahuan keluarga bertambah.

f. Shock hopovolemik teratasi